PENDIDIK, DI BAGIAN MANA BISA DIGUGU dan DITIRU?

Beberapa hari kemudian, peserta didik tersebut memergoki sang pendidik tengah asyik merokok di kantin sekolah dan kemudian peserta didik tersebut menyapanya, "maaf, bapak merokok juga, apa tidak ada sanksi bagi pendidik yang merokok, apalagi di lingkungan sekolah. " Sang pendidik mengernyitkan alis serta dahinya sambil menghisap dalam – dalam dan mngepulkan asap kreteknya. "TIDAK, peraturan dibuat dan kemudian dipajang di sudut sekolah itu untuk peserta didik bukan pendidik, makanya kalau kalau kamu ingin merokok, nantilah kalau sudah bekerja, dan memiliki pendapatan sendiri. Si peserta didik menjawab dengan diplomatis, "saya sudah bekerja pak, jualan online, saya sudah memiliki penghasilan sendiri". Sang pendidik tetap tidak mau kalah, karena kamu masih berstatus sebagai PESERTA DIDIK, paham ?

PENDIDIK, DI BAGIAN MANA BISA DIGUGU dan DITIRU?

*Refleksi Keteladanan di Tengah Pandemik


Alkisah di negeri dongeng nun jauh di sana, seorang pendidik mendapati peserta didik tengah asyik menghisap rokok di pinggir jalan, lalu dengan cepat dia mendatangi peserta didik tersebut, mengenali sebagai salah satu dari peserta didik di sekolah tempat dia mengajar, esoknya melaporkan kepada wali kelas dan guru Bimbingan Konseling. Singkat cerita, peserta didik tersebut mendapatkan sanksi sesuai dengan pasal pelanggaran yang disepakati bersama, tertulis dalam tata tertib sekolah yang dipajang besar-besar di salah satu sudut sekolah.

Sebuah Refleksi Keteladanan di Tengah Pandemik

Beberapa hari kemudian, peserta didik tersebut memergoki sang pendidik tengah asyik merokok di kantin sekolah dan kemudian peserta didik tersebut menyapanya, "maaf, bapak merokok juga, apa tidak ada sanksi bagi pendidik yang merokok, apalagi di lingkungan sekolah. " Sang pendidik mengernyitkan alis serta dahinya sambil menghisap dalam – dalam dan mngepulkan asap kreteknya. "TIDAK, peraturan dibuat dan kemudian dipajang di sudut sekolah itu untuk peserta didik bukan pendidik, makanya kalau kalau kamu ingin merokok, nantilah kalau sudah bekerja, dan memiliki pendapatan sendiri. Si peserta didik menjawab dengan diplomatis, "saya sudah bekerja pak, jualan online, saya sudah memiliki penghasilan sendiri". Sang pendidik tetap tidak mau kalah, karena kamu masih berstatus sebagai PESERTA DIDIK, paham ?

Cerita di atas hanya fiktif semata, namun mungkin benar-benar terjadi di lingkungan kita. Jika kata GURU berasal dari abreviasi di guGU dan ditiRU, lalu apa yang bisa diteladani peserta didik kalau menerapkan peraturan namun terkesan diskriminatif?

Analoginya begini, pemerintah bersama DPR mengesahkan sebuah Undang-Undang, apakah hanya rakyat yang mendapatkan sanksi atau hukuman jika melanggar?

Dunia/lembaga pendidikan memang bagian kecil dari sebuah pemerintahan, negara. Namun jangan lupa bahwa penanaman karakter banyak dilakukan di lembaga pendidikan, dengan bimbingan dan (idealnya) dimulai dari pendidik, satu teladan jauh lebih utama daripada seribu poin tata tertib.

Sejarah mencatat, salah satu keberhasilan dakwah Rosulullah SAW adalah uswatun hasanah yang berarti keteladanan. Bukankah satu tindakan yang memberi keteladanan  nilainya lebih baik dari pada seribu nasehat? lalu bagaimana dengan pendidik?

Mungkin ini hanya pandangan subjektif, namun dalam banyak hal, patut dijadikan renungan. Menuntut peserta didik disiplin masuk kelas, Pendidik sering terlambat, menuntut peserta didik berprestasi tapi Pendidik tidak pernah mengikuti lomba, menuntut peserta didik mampu menulis ilmiah, mengikuti lomba karya tulis ilmiah, Pendidiknya tidak pernah membuat riset mengenai PTK, menulis di media cetak dan media daring, apalagi menghasilkan buku yang ber ISBN.

Jika ada pengamat mengkritik kalau mayoritas pendidik belum berkualitas dan layak menjadi pendidik, bukan menjawab dengan perbaikan kinerja dan bukti prestasi malah menghakimi sebagai pembully profesi Pendidik.

Sahabat pendidik, bukan bermaksud mengajari, mari tetap bersemangat meningkatkan kualitas dan kualifikasi diri agar layak dihargai, diapresiasi, diguGU dan ditiRU bukan malah menjadi waGU dan saRU. Menjadi insan berilmu, Tuhan pasti akan mengangkat derajat dalam banyak ragam dimensi, terutama dimensi rizki dan keilmuan.

*Disarikan dari berbagai sumber